Jepang dikenal dimata dunia sebagai negara yang anti dengan penduduk berwarga-negaraan asing. Menurut mereka warga negara asing yang datang kewilayahnya mereka hanya akan menjadi menganggu ketentraman dan kenyamannya mereka. Masyarakat Jepang bersifat sebagai “masyarakat Monoracial” yang artinya mereka berasal dari 1 suku/ras saja. (Leslie Helm)
Masyarakat Jepang memiliki sifat nasionalisme yang lebih dalam dan membuat negaranya memiliki ciri khas menonjol yang berbeda dengan negara lainnya. Selain itu sifat tersebut juga membuat masyarakatnya sangat susah untuk terpengaruh oleh budaya luar.
Masyarakat Jepang sangat senang membanggakan dirinya pada hubungan keharmonisan bermasyarakat yang satu bahasa dan satu keyakinan umum yang sama. Ini adalah penggambaran kalau masyarakat Jepang tidak memiliki suku etnic lain. Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh professor Studi Jepang Harvard, Theodore Bestor kepada New York Times, "Jepang cenderung memiliki keyakinan kuat bahwa genetika dan biologi sangat berpengaruh dalam hal perilaku bermasyarakat. Jadi saya pikir Jepang mungkin lebih cenderung untuk berpikir tentang jenis dasar genetik untuk kepribadian daripada kebanyakan orang Amerika pikirkan."
Dalam sebuah survey yang dimuat disebuah artikel pada americachronicle menceritakan pada tahun 2008, sekitar 38% tempat penginapan yang ada di Jepang menolak untuk menerima tamu berwarganegaraan asing. Berdasarkan hasil liputan yang diambil dari New York Times, orang Jepang ketika ditanya dengan bahasa asing mereka menolak untuk memperdulikannya dan berusaha untuk menjauh dari orang asing tersebut. Dan dari Daily Yomiuru ada seorang tenaga kerja asing yang menulis kalau dirinya merasa diasingkan oleh masyarakat Jepang di lingkungannya. Menurut mereka orang asing sangat tidak tahu adat isitadat maupun juga bahasa dan juga mereka selalu menyebutnya dengan nama “gaijin”.
Tidak ada hukum yang mencegah diskriminasi orang asing di Jepang sampai saat ini. Namun bukan berarti pemerintah disana tidak memperdulikan masalah tersebut. Pemerintah Jepang telah mencoba untuk menghapuskan segala macam bentuk diskriminasi yang terjadi kepada masyarakat asing dan juga berjanji akan membuat undang-undang untuk mereka semua.
Namun sejak menaiknya permasalahan Soushika, Bankonka, dan Korekaishakai. Jepang akhirnya membukakan pintu lebar-lebar kepada orang-orang asing untuk datang ke negaranya. Dengan tujuan agar bisa membuat negaranya kembali bangkit. Dan karena itu negara ini sekarang lagi berusaha banyak untuk bisa menarik perhatian masyarakat luar agar bisa dan mau tinggal dinegaranya. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menerapkan belajar bahasa asing seperti bahasa Inggris.
Bahasa Inggris masih belum terlalu banyak dikuasai oleh seluruh elemen masyarakat Jepang. Permaslaahan ini akhirnya membuat beberapa pengamat maupun juga pengajar turun dan ikut serta membantu untuk memajukan masyarakat Jepang. Awalnya memang terlihat sangat susah karena masyarakat Jepang yang bersifat monoracial dan menolak segala bentuk asing masuk ke negaranya. Tapi pada akhirnya negara tersebut secara tidak langsung menerimanya.
Karena permasalah yang terjadi itulah saya ingin mendalami berita yang saya ambil dari Yomiuri Shimbun pada tanggal 2 Juni 2013 yang berjudul Japan in Depth / Study team eyed for English education. Tujuannya untuk meneliti permasalahan yang terjadi mengenai Jepang dari berita tersebut dan juga membandingkannya dengan kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
Masyarakat Jepang memiliki sifat nasionalisme yang lebih dalam dan membuat negaranya memiliki ciri khas menonjol yang berbeda dengan negara lainnya. Selain itu sifat tersebut juga membuat masyarakatnya sangat susah untuk terpengaruh oleh budaya luar.
Masyarakat Jepang sangat senang membanggakan dirinya pada hubungan keharmonisan bermasyarakat yang satu bahasa dan satu keyakinan umum yang sama. Ini adalah penggambaran kalau masyarakat Jepang tidak memiliki suku etnic lain. Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh professor Studi Jepang Harvard, Theodore Bestor kepada New York Times, "Jepang cenderung memiliki keyakinan kuat bahwa genetika dan biologi sangat berpengaruh dalam hal perilaku bermasyarakat. Jadi saya pikir Jepang mungkin lebih cenderung untuk berpikir tentang jenis dasar genetik untuk kepribadian daripada kebanyakan orang Amerika pikirkan."
Dalam sebuah survey yang dimuat disebuah artikel pada americachronicle menceritakan pada tahun 2008, sekitar 38% tempat penginapan yang ada di Jepang menolak untuk menerima tamu berwarganegaraan asing. Berdasarkan hasil liputan yang diambil dari New York Times, orang Jepang ketika ditanya dengan bahasa asing mereka menolak untuk memperdulikannya dan berusaha untuk menjauh dari orang asing tersebut. Dan dari Daily Yomiuru ada seorang tenaga kerja asing yang menulis kalau dirinya merasa diasingkan oleh masyarakat Jepang di lingkungannya. Menurut mereka orang asing sangat tidak tahu adat isitadat maupun juga bahasa dan juga mereka selalu menyebutnya dengan nama “gaijin”.
Tidak ada hukum yang mencegah diskriminasi orang asing di Jepang sampai saat ini. Namun bukan berarti pemerintah disana tidak memperdulikan masalah tersebut. Pemerintah Jepang telah mencoba untuk menghapuskan segala macam bentuk diskriminasi yang terjadi kepada masyarakat asing dan juga berjanji akan membuat undang-undang untuk mereka semua.
Namun sejak menaiknya permasalahan Soushika, Bankonka, dan Korekaishakai. Jepang akhirnya membukakan pintu lebar-lebar kepada orang-orang asing untuk datang ke negaranya. Dengan tujuan agar bisa membuat negaranya kembali bangkit. Dan karena itu negara ini sekarang lagi berusaha banyak untuk bisa menarik perhatian masyarakat luar agar bisa dan mau tinggal dinegaranya. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menerapkan belajar bahasa asing seperti bahasa Inggris.
Bahasa Inggris masih belum terlalu banyak dikuasai oleh seluruh elemen masyarakat Jepang. Permaslaahan ini akhirnya membuat beberapa pengamat maupun juga pengajar turun dan ikut serta membantu untuk memajukan masyarakat Jepang. Awalnya memang terlihat sangat susah karena masyarakat Jepang yang bersifat monoracial dan menolak segala bentuk asing masuk ke negaranya. Tapi pada akhirnya negara tersebut secara tidak langsung menerimanya.
Karena permasalah yang terjadi itulah saya ingin mendalami berita yang saya ambil dari Yomiuri Shimbun pada tanggal 2 Juni 2013 yang berjudul Japan in Depth / Study team eyed for English education. Tujuannya untuk meneliti permasalahan yang terjadi mengenai Jepang dari berita tersebut dan juga membandingkannya dengan kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar